Durasi Baca: Hanya 1 Menit
Berniaga atau berdagang merupakan aktivitas jual beli untuk memperoleh untung. Aktivitas ini ialah salah satu pekerjaan yang dianjurkan dalam Islam dan salah satu metode lekas kaya menurut Islam.
Demi mencapai tujuan hidup, secara umum dalam Islam disampaikan manusia perlu bekerja untuk kelangsungan hidup.
Berdagang dapat menjadi sarana penghasil nafkah untuk manusia bertahan hidup. Bahkan, Rasulullah SAW dan para sahabat pun menjadikan berdagang sebagai mata pencahariannya.
Islam pun sebagai agama yang baik telah memberikan aturan-aturan dan pedoman agar umatnya tidak salah dalam berniaga, yang mana bila tidak tepat dilakukan berakibat dosa dan menimbulkan murka Allah SWT.
Zakat perdagangan juga termasuk aturan di dalamnya, dengan beberapa ketentuan tertentu.
Zakat Perdagangan yang Hukumnya Wajib
Lantas, bagaimana bila kita memiliki usaha dan belum berzakat hingga saat ini? Barang dagangan (‘urudhudh tijaroh) yang dimaksud adalah barang yang diperjualbelikan untuk mencari untung. Adapun dalil tentang zakat perdagangan ini disebutkan dalam Alquran,
“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah: 267)
Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kajiannya juga berkata,
“Para ulama empat madzhab dan ulama sahih lainnya berpendapat akan wajibnya zakat barang dagangan, baik pedagang adalah seorang yang bermukim atau musafir. Sama halnya tetap terkena kewajiban zakat meskipun si pedagang bertujuan dengan membeli barang saat harga murah dan menjualnya kembali ketika harganya melonjak.”
Beberapa ulama berpendapat bahwa mengeluarkan zakat barang dagangan adalah dengan nilainya, sebab nisabnya dengan nilainya.
Sementara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i dalam salah satu pendapatnya berpandangan, bahwa pedagang boleh memilih mengeluarkan zakat dari barang dagangan ataukah dari nilainya.
Adapun Ibnu Taimiyah berpandangan, manakah yang lebih mendatangkan manfaat bagi golongan penerima zakat.
Syarat zakat barang dagangan
Adapun barang dagangan yang dikenai zakat memiliki beberapa syarat, antara lain:
- Barang tersebut milik pribadi, diperoleh dengan cara yang mubah. Baik itu melalui cari untung (mu’awadhot) seperti jual beli dan sewa, maupun secara cuma-cuma (tabaru’at) seperti hadiah dan wasiat.
- Barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati seperti hewan ternak, emas, dan perak. Berdasarkan kesepakatan para ulama terdahulu, tak boleh ada dua wajib zakat dalam satu harta.
- Barang tersebut sejak awal dibeli memang dengan niat untuk diperdagangkan. Sementara itu, perdagangan termasuk amalan, maka tentu perlu ada niat untuk didagangkan sebagaimana niatan dalam amalan lainnya.
- Nilai barang dagangan tersebut telah mencapai salah satu nisab dari emas atau perak, mana yang paling hati-hati dan lebih membahagiakan miskin. Dalam Islam, dijelaskan bahwa nisab perak itulah yang lebih rendah dan jadi patokan dalam nisab nantinya.
- Telah mencapai haul (melalui masa satu tahun hijriyah). Apabila saat pembelian barang dagangan menggunakan mata uang yang telah mencapai nisab, atau harganya sudah melampaui nisab emas atau perak, maka haul dihitung dari waktu pembelian tersebut.
Baca Juga:
Nisab pada zakat barang dagangan
Perhitungan haul dihitung sesudah nilai barang dagangan mencapai nisab. Menurut pendapat sebagian besar ulama, nisab yang teranggap adalah pada keseluruhan haul (selama satu tahun).
Jika nilai barang dagangan di pertengahan haul kurang dari nisab, kemudian bertambah lagi, maka perhitungan haul dimulai lagi dari awal saat nilainya mencapai nisab.
Adapun bila kita sebagai pedagang tidak tahu kalau nilai barang dagangannya turun dari nisab di tengah-tengah haul, maka ianggap bahwa nilai barang dagangan tersebut masih mencapai nisab.
Perhitungan zakat barang dagangan
Perhitungan zakat barang dagangan adalah nilai barang dagangan* + uang dagang yang ada + piutang yang diharapkan – utang yang jatuh tempo**
Keterangannya adalah:
* harga saat jatuh haul, bukan harga saat beli.
** utang yang jatuh tempo pada tahun pengeluaran zakat. Jadi bukan seluruh utang pedagang yang ada. Pasalnya, bila dihitung keseluruhan, bisa jadi tidak ada zakat bagi dirinya.
Demikianlah ketentuan dan perhitungan zakat perdagangan yang perlu diperhatikan. Sesungguhnya memberi makan si miskin tidak pernah akan merugikan bagi kita, sebaliknya Allah akan memberkahi segala urusan, terutama saat kita berdagang.
Danur K Atsari
A fast learner. Strives to write Islamic based lifestyle and halal culinary. Live more worry less!
Buat Tulisan