Durasi Baca: Hanya 1 Menit
Pada dasarnya, orang tua adalah sosok yang paling dekat bagi anak. Keduanya memberi pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak di rumah. Bisa dikatakan juga orang tua merupakan guru pertama bagi anak, karena sejak anak lahir ke dunia diasuh dan dibimbing oleh mereka. Terkait pengajaran nilai agama, tak jarang soal berbeda keyakinan dengan orang tua menjadi dilema tersendiri bagi anak.
Bimbingan anak yang berada di antara dua orang tua berbeda agama
Tentu setiap orang sepakat bahwa dalam membimbing dan mendidik anak, orang tua harus menanamkan nilai yang positif dan bermanfaat bagi anak sejak dini sebagai tuntunan hidupnya kelak.
Salah satu nilai yang penting harus ditanamkan pada mereka ialah nilai agama. Sejatinya nilai agama mencakup nilai-nilai hidup lainnya seperti moral, etika, pengetahuan, dan lain sebagainya.
Baca juga:
Pentingnya penanaman nilai agama tersebut kepada anak sejak dini, disinilah orang tua harus berperan aktif dalam mengembangkan nilai agama pada anak. Namun, bagaimana jika dalam menerapkan nilai agama pada anak tetapi orang tua memiliki keyakinan yang berbeda?
Berbeda keyakinan dengan orangtua bukan berarti harus putus hubungan silaturahmi. Dalam hadits sahih riwayat Muttafaq Alaih dari Asma, ia berkata
“Aku ingin datang ke ibu saat dia kafir pada masa Rasulullah. Lalu aku bertanya pada Nabi, ‘Aku datang pada ibuku karena dia rindu, apakah boleh aku silaturrahim?’ Lalu Nabi menjawab, ‘Iya, tetaplah berhubungan dengan ibumu.’”
Hadits ini juga selaras dengan firman Allah dalam Alquran yang berbunyi,
“…jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tak ada pengetahuanmu tentang itu. Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” (QS. Luqman 31:15).
Adapun makna eksplisit dari ayat ini ada dua hal yang prinsip terkait dengan hubungan seorang muslim dengan orang tua non-muslim yaitu, pertama wajibnya berbakti kepada orangtua walaupun mereka berbeda keyakinan. Kedua, adalah haram taat pada orang tua dalam masalah dosa.
Sementara dari sudut pandang fiqih, maksud ayat ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah yaitu,
“… wajib berbakti pada kedua orangtua walaupun dia fasiq (pendosa) atau kafir. Wajib pula taat pada mereka di selain perkara maksiat pada Allah. Apabila mereka kafir, maka perlakukan mereka dengan baik di dunia dan jangan mentaati mereka dalam soal kekufuran dan kemaksiatan.”
Pernikahan beda keyakinan di Indonesia memang belum ada hukumnya, tidak sunnah ataupun haram. Namun, jika terjadi rencana atau bahkan dilangsungkan pernikahan beda keyakinan juga banyak yang menentang akan pernikahan tersebut karena menyangkut agama.
Diperlukan kebijaksanaan dari orang tua, karena pernikahan tidak hanya berhenti di momen itu saja. Justru, menjadi awal baru bagi dua manusia yang nantinya perlu membentuk seperti apa penerusnya.
Dalam hal ini, anak kelak harus dapat memilah mana perbuatan baik dan buruk agar tidak melakukan kesalahan dan anak dapat mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk. Wallahu a’lam bish-shawab
Danur K Atsari
A fast learner. Strives to write Islamic based lifestyle and halal culinary. Live more worry less!
Buat Tulisan